Papua – Pemerhati politik, Victor Buefar, mengingatkan agar Gereja di Tanah Papua tetap menjaga marwahnya sebagai lembaga rohani dan tidak terjebak dalam arus politik praktis, khususnya terkait dinamika Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Papua.
Hal ini merespons pernyataan Ketua Sinode GKI di Tanah Papua, Pdt. Andrikus Mofu, yang sebelumnya menyoroti penyelenggaraan PSU. Menurut Victor, gereja seharusnya menjadi ruang moral dan spiritual, bukan arena perdebatan politik.
“Ketika gereja terlibat terlalu jauh dalam politik praktis, ada tiga risiko besar: netralitas gereja dipertanyakan, otoritas moral melemah, dan potensi perpecahan umat semakin besar,” jelas Victor dalam keterangannya, Senin (9/9/2025).
Ia mengutip filsuf politik Alexis de Tocqueville yang menyebut demokrasi dan agama akan menjadi pilar kuat bila berjalan berdampingan, tetapi masing-masing harus tetap berada pada perannya.
Victor menilai peran gereja lebih tepat diarahkan pada seruan moral, seperti mengajak rakyat Papua tetap tenang dan damai, mengingatkan penyelenggara pemilu agar bekerja dengan takut akan Tuhan, serta menjadi penengah yang membawa rekonsiliasi.
“Kritik politik memang penting, tetapi itu tugas partai politik, lembaga hukum, dan civil society. Gereja jangan sampai kehilangan wibawanya hanya karena terlibat dalam kontestasi politik praktis,” tegasnya.
Ia menutup dengan harapan agar gereja di Tanah Papua tetap menjaga otoritas moralnya. “Politik bisa berubah-ubah, tetapi otoritas moral gereja harus tetap kekal. Soli Deo Gloria, Tuhan Yesus memberkati Tanah Papua,” ujarnya.(rd)